Bahasa Britonik: Bahasa Kuno yang Bangkit Kembali dari Bayang-bayang
Jakarta Selatan bahasa Britonik adalah rumpun bahasa Celtic kuno yang menjadi bahasa utama di seluruh Britania sebelum terjadi pertukaran budaya besar-besaran akibat invasi Anglo-Saxon mulai abad ke-5 Masehi. Meski sebagian besar dialeknya telah punah, beberapa sisa hidupnya kini dipelihara lewat bahasa Welsh, Cornish, dan Breton.
Sejarah & Distribusi Asli
-
Brittonic berkembang dari Proto-Celtic dan Indo-Eropa menjelang akhir Zaman Perunggu – Zaman Besi. Pada abad ke-5, bahasa ini hampir sepenuhnya tergeser oleh Old English di wilayah Inggris selatan dan tengah
-
Dialek lokal seperti Cumbric (di utara Inggris dan Skotlandia rendah) punah sekitar abad ke-10; sisa kata-kata yang bertahan misalnya jumlah hitung “yan, tan, tethera…” yang berasal dari Brittonic

Baca Juga: Resep Talam Durian, Kue Tradisional Khas Pekanbaru yang Rasanya Melekat di Lidah
Warisan Hidup: Welsh, Cornish, & Breton
-
Welsh (Cymraeg)
– Merupakan dialek Brittonic yang paling besar dan terus dituturkan sejak zaman kuno hingga kini di utara dan barat Wales.
– Pemerintah Wales mengesahkan Welsh setara dengan Inggris pada 1993, mendukung pendidikan, media, dan administrasi publik
Upaya Revitalisasi Brittonic dan Bahasa Hilang
-
Apart dari Cornish dan Breton, ada gagasan untuk memulihkan Common Brittonic atau dialek lain seperti Cumbric dan Pictish, dengan bantuan bahasa turunan dan penelitian linguistik modern
-
Namun, minimnya bahan tertulis membuat ini sulit—tapi bukan tidak mungkin. AI dinilai bermanfaat untuk memodelkan rekonstruksi, meski ketepatan tetap dipertanyakan .
Mengapa Keberlangsungan Brittonic Penting?
Aspek | Pentingnya |
---|---|
Identitas & Warisan Budaya | Menghubungkan kembali komunitas Britania/Pictonik pada akar linguistik mereka |
Keragaman Bahasa | Memperkaya lanskap linguistik Inggris/Irlandia/Skotlandia |
Pembelajaran & Model Revitalisasi | Menjadi bahan studi tentang bagaimana bahasa mati bisa hidup kembali |
Kesimpulan
Bahasa Brittonic—yang dulu merajai hampir seluruh Britania—mayoritasnya telah lenyap, tetapi sisa-sisanya tetap hidup melalui sepupu modern seperti Welsh, Cornish, dan Breton. Upaya revitalisasi dan rekonstruksi, meski menantang, terus berjalan, terbantu oleh teknologi dan kesadaran kultural. Transformasi ini menegaskan bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi—tetapi jendela pada identitas dan sejarah bersama yang tak ternilai harganya.